Rabu, 15 April 2015

PENGERTIAN TEKS, KOTEKS, Dan KONTEKS SERTA HUBUNGAN KETIGANYA DALAM KAJIAN WACANA.




A.  Pengertian Teks, KoTeks, dan Konteks
a.       Pengertian Teks
Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3)  ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia. Berdasarkan tiga pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian teks adalah satuan bahasa yang berupa bahasa tulis maupun berupa bahasa lisan yang dahasilkan dari interaksi atau komunikasi manusia.
Contoh teks tulis
Mata Kuliah Sintaksis merupakan mata kuliah yang wajib ditempuh dalam program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. mata kuliah ini, membahas tentang seluk beluk pembentukan kalimat.

Contoh teks lisan.
“Bang bakso 2 gak pakek kubis dan kuahnya dikit aja”

b.      Pengertian Koteks
Kridalaksana (2011:137), koteks diartikan sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti sebuah unsur lain dalam wacana. Koteks merupakan teks yang mendampingi teks lain dan mempunyai keterkaitan dan kesejajaran. Keberadaan teks yang terkait dengan koteks terletak pada bagian depan (mendahului) atau pada bagian belakang teks yang mendampingi. Contohnya pada kalimat “Selamat Datang” dan “Selamat Jalan.
Kedua kalimat di atas memiliki keterkaitan. Kalimat “Selamat Jalan” merupakan ungkapan dari adanya kalimat sebelumnya, yaitu “Selamat Datang”. Kalimat “Selamat Datang” dapat dimaknai secara utuh ketika adanya kalimat sesudahnya, yaitu “Selamat Jalan”, begitu juga sebaliknya.
Keberadaan koteks dalam suatu wacana menunjukkan bahwa struktur suatu teks memiliki hubungan dengan teks lainnya. Hal itulah yang membuat suatu wacana menjadi utuh dan lengkap.
c.       Pengertian Konteks
Kridalaksana (2011:134) menyatakan bahwa konteks adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran tertentu, (2) pengetahuan yang sama-sama memiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara.
Mulyana (2005: 21) konteks merupakan sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan. Peristiwa adanya konteks dalam suatu tuturan dapat dilihat dari bagan berikut.
Proses Peristiwa Bertutur
Pembicara (O1)           à        Pasangan Bicara (O2)
Maksud (pra ucap)                 à        pemahaman (pascaucap)
Pensandian (encoding)            à        pembacaan sandi (decoding)
Pengucapan (fonasi)                à        penyimakan (audisi)
KONTEKS
Sumber: Mulyana, (2005:21)

Konteks yang berkaitan dengan partisipan (penutur) juga sangat berperan dalam memahami makna dan informasi tuturan. Misalnya muncul tuturan berikut ini. “hanya Oreo” kata pada akhir iklan Oreo memiliki arti seolah-olah hanya oreo biskuit rasa coklat yang paling enak dan lezat. Contohnya lain seperti dialog di bawah ini.
Dialog I
Pembicara        : Ibu
Pendengar       : Bapak
Tempat            : Rumah
Situasi             : Sedang menunggu anaknya kembali dari rumah pamannya
 karena
   mengambil sesuatu yang dipinjam
Waktu             : Pukul 09.00 Wib.
Ketika si anak kembali, si ibu mengatakan, “Cepat sekali kamu pulang.”

Dialog II 
Pembicara        : Ibu
Pendengar       : Bapak
Tempat            : Rumah
Situasi             : Menunggu anaknya yang belum kembali dari rumah temannya
Waktu             : Pukul 00.00 Wib
Ketika si anak datang, si Ibu mengatakan, “Cepat sekali kamu pulang”.

Jika diperhatikan kalimat Cepat sekali kamu pulang”.pada dua contoh dialog di atas, memiliki makna yang berbeda. Pada dialog pertama memiliki makna rasa heran seorang ibu melihat anaknya yang cepat sekali mengambil barang dari rumah pamannya. Akan teta[i berbeda dengan dialog kedua, kalimat Cepat sekali kamu pulang memiliki makna sindira.

B.     Hubungan antara Teks, KoTeks, dan Konteks
Hubungan antara teks, koteks, dan konteks sangat berkaitan. Hal tersebut dapat dilihat dari segi hakikat yang telah di bahas pada bahasa di atas, yakni bahwa teks adalah satuan bahasa yang terlengkap yang di dalamnya terdapat topik serta bersifat kohesi dan koherensi. teks bisa berupa bahasa tulis maupun berupa bahasa lisan (tutur). Sedangkan koteks merupakan unsur yang memiliki keterkaitan dan kedudukannya sejajar dengan teks yang didampinginya. Koteks dapat mendahului maupun membelakangi teks. Dan kemudian konteks merupakan aspek-aspek yang saling berkaitan dengan ujaran tertentu sehingga timbul sebuah pembicaraan. Aspek tersebut bisa berupa konteks secara situasi maupun pengetahuan.
Hubungan teks, koteks, dan konteks dapat tergambar pada contoh berikut.
            “Bang 2, pedes”
Contoh dialog “Bang 2, pedes”  di atas, semisal pada abang penjual bakso. Jika pembeli mengatakan demikian dan si Abang penjual bakso memahaminya maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai wacana. Dengan teks berupa kalimat “Bang 2, pedes”. Sedangkan koteksnya berup penjelas “2, pedes”, kemudian konteksnya mengacu pada situasi, dimana tidak ada lagi penjual bakso selain tukang bakso tersebut pembeli menghampiri tukang bakso tersebut. konteks berubah jika situasinya terdapat lebih dari satu tukang bakso dan pembeli tidak menghampiri tukang bakso yang dimaksudkan. 


Kamis, 09 April 2015

Wacana dan Prasyarat Wacana



Wacana dan Prasyarat Wacana

A.    Pengertian Wacana
Menurut Kridalaksana (1992:231) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Pengertian wacana menurut Kridalaksana tidak sejalan dengan pengertian wacana yang dikemukakan oleh Syamsudin (1992:5) yang menyebutkan bahwa wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal dan disajikan secara teratus, sistematis, dan dalam bentuk kesatuan yang koheren antara unsur-unsur sefmental maupun unsur-unsur nonsegmental.
Pengertian wacana menurut dua ahli di atas, sangat berbeda jika dikaitkan dengan pengertian wacana yang dikemukakan oleh Vandjik (1977:3) yang menyebutkan bahwa wacana adalah suatu kesatuan bangun teuritis yang sifatnya abstrak (The abstract theoretical constract). Sedangkan menurut Alwa, dkk (2003:419) menyebutkan bahwa wacana adalah renteten kalimat yang menghubungkan antara proporsisi yang satu dengan proporsisi yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan suatu kesatuan bahasa terlengkap yang terdiri dari fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Wacana merupakan satuan bahasa yang didalamnya terdapat kohesi dan koherensi antara unsur-unsur yang membentuk wacana, serta wacana merupakan suatu bangun teoritis yang bersifat abstrak, dengan kata lain wacana dapat terbentuk dari hubungan kata dengan simbol, atau lambang-lambang tertentu yang memiliki keterkaitan kohesi dan koherensi serta membehas sebuah topik tertentu.

B.     Prasyarat Terbentuknya Wacana
Berbagai pengertian mengenai wacana telah dibahas di atas, salah satunya adalah bahwa wacana merupakan suatu susunan bahasa tertinggi dan terlengkap yang didalamnya terdapat kohesi dan koherensi. Adapun syarat-syarat terbentuknya wacana adlah sebagai berikut.
1.      Topik
Wacana sebagai hubungan dari serangkaian unsur kebahasaan memiliki suatu ide atau gagasan yang akan disampaikan dan diuraikan membantuk penjelasan yang pada dasarnya merujuk pada satu topik tertentu. Kemudian topik yang diangkat akan memberikan tujuan tertentu. Tujuam dalam wacana didasarkan pada konteks wacana itu digunakan. Semisal, wacana persuasif, yakni wacana yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan hal-hal tertentu.
2.      Kohesi dan Koherensi
wacana sevagai serangkaian unsur-unsur bahasa yang menjelaskan suatu ide atau gagasan tertentu, biasanya memiliki kepaduan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain (kohesi), sehingga tercipta kepaduan makna (koherensi). kekohesifan dalam wacana, yakni adanya keterkaitan antarklausa, antar kalimat, maupun antara simbol dengan unsur penjelasnya. Koherensi merupakan keterkaitan makna, dimana koherensi dapat diperoleh dari penggunaan aspek-aspek gramatikal, misalnya konjungsi, preposisi, ataupun aspek semantik.
3.      Proporsional
Proporsional merupakan keseimbangan makna yang dijelaskan dalam suatu wacana. Semisal dalam suatu wacana yang berbentuk simbol dan kata,  antara simbol dan kata atau kalimat yang menyertainya (sebagai penjelas gsimbol tersebut) merupakan satu kesatuan yang menjelaskan topik yang sama.

4.      Tuturan
Tuturan dalam wacana merupaksn bentuk tuturan baik csecara tulis maupun lisan yang dalam wacana, tuturan merupakan media untuk menjelaskan ataupun memaparkan topik dengan tetap memperhatikan kohesi dan koherensi.

Berdasarkan prasyarat pembentukan wacana di atas, ada beberapa contoh bentuk wacana, diantaranya sebagai berikut.
a.       Wacana dalam bentuk tulisan
Wacana dalam bentuk tulisan mengarah pada konteks penyampaian topik wacana berdasarkan penggunaan bahasa tulis serta mengacu pada konteks tertentu. Semisal berdasar pada konteks penyampaian tujuan topik wacana, yakni yang dibedakan menjadi wacana argumentasi, wacana persuasif, wacana narasi, wacana eksposisi, dan wacana argumentasi. Wacana dalam bentuk tulisan memperhatikan kohesi dan koherensi rangkaian unsur-unsur gramatikal.


b.      Wacana dalam bentuk dialog (lisan)
Wacana dalam bentuk dialog atau lisan merupakan wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan bahasa ujaran. Wacana dalam bentuk lisan memperhatikan bagaimana penyampaian topik kepada pendengar agar pendengar memahami topik yang telah dijelaskan (diutarakan) serta bagaimana umpan balik yang diberikan pendengar terhadap topik yang telah disampaikan. Hubungan antara penyampaian topik dan umpan balik terhadap topik tersebut memiliki bentuk kohesi dan koherensi yang sesuai sehingga dapat dipahami oleh kedua bela pihak (penutur dan pendengar).

c.       Wacana dalam bentuk simbol
Wacana dalam bentuk simbol merupakan bentuk wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan simbol-simbol tertentu. Semisal lambang ‘DILARANG PARKIR DI SINI’ antara simbol dan satuan gramatikal merupakan satuan unsur yang kohesif dan koherensif.