A.
Praanggapan
1.
Pengertian Praanggapan
Praanggapan adalah sesuatu yang dimaksudkan oleh seorang penutur dalam
suatu penryataan yang kemudian dari pernyataan tersebut akan ada keterkaitan
yang memiliki makna yang didalam sebuah tuturan terdapat suatu asumsi penutur.
Menurut Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah
sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan
suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise
Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.
Dari beberapa definisi praanggapan di
atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal
penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami
oleh lawan tutur.
2.
Jenis-jenis Praanggapan
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, Menurut Yule (2006:43) klasifikasi praanggapan dibagi menjadi 6 jenis, sebagai
berikut.
a. Existential
presupposition (praanggapan
eksistensial)
Yaitu praanggapan yamg berasumsi pada kalimat-kalimat yang menunujukkan kepemilikan, akan tetapi keberadaan atau eksistensinya lebih luas dari pernyataan dalam tuturan teresebut. Praanggapan ini menunjukkan bagaimana keberadaan dari suatu hal. Contoh: Ada yang mencuri motor Andi
Praanggapan
dalam tuturan tersebut menyatakan keberadaan, yaitu:
(a) Ada motor
(b) Ada pencuri
(c)
Ada orang
yang bernama Andi
Ada banyak praanggapan yang mungkin
muncul dalam tuturan ada yang mencuri
motor Andi, tetapi tiga praanggapan di atas dapat mewakili tuturan
tersebut.
b. Factive
presupposition (praanggapan
faktual)
Yaitu praanggapan yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini
kebenarannya. Praanggapan ini disampaikan
dengan kata-kata
yang menyatakan fakta. Fakta dalam
tuturan adalah kata kerja. Contoh:
Andi sepertinya demam dan tidak menyadari bahwa di
luar sedang hujan deras
Dalam kalimat di atas praanggapannya
adalah
(a) Andi demam
(b) Di luar
sedang hujan deras
Pernyataan itu menjadi faktual krena
telah disebutkan dalam tuturan. Penggunaan kata ‘menyadari” adalah kata-kata yang menyatakan sesuatu yang diisyaratkan sebagai sebuah
fakta dari sebuah tuturan.
c. Lexical
presupposition (praanggapan
leksikal)
Praanggapan leksikal merupakan praanggapan yang diperoleht melalui
tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Contoh:
Andi
berhenti merokok
Praanggapan dari tuturan di atas
adalah
(a) Dulu Andi
merokok
(b) Dulu Andi bisa nerokok
Praanggapan yang muncul pada contoh di atas terdapat pada kata ‘berhenti’ yang menyatakan Andi pernah merokok dan andi bisa merokok sebelumnya, namun sekarang sudah tidak lagi.
d. Structural
presupposition (praanggapan
struktural)
Praanggapan ini adalah praanggapan
yang dinyatakan melalui tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami
tanpa melihat kata-kata yang digunakan. Contoh:
Ada apa
dalam lemari itu?
Tuturan di atas menunjukkan
praanggapan yaitu:
(a) Ada sesuatu
yang tersimpan dalam lemari
(b) Lemari
tersebut kosong
Praanggapan yang menyatakan ‘sesuatu’ sebagai obyek
yang dibicarakan dan dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat tanya yang
menanyakan ‘apa’.
e. Non-factive
presupposition (praanggapan
nonfaktual)
Praanggapan
yang memungkinkan adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang
tidak pasti dan masih ambigu atau bias. Contoh:
-
Seandainya
saya memiliki sebuah mobil
Dari tuturan
di atas praanggapan yang muncul adalah
(a) Saya tidak memiliki sebuah mobil
Penggunaan
kata ‘seandainya’ sebagai pengandaian bisa memunculkan praanggapan non faktual.
f. Counter
factual presupposition (praanggapan
dengan fakta yang berlawanan atau konter-faktual)
Praanggapan ini menghasilkan pemahaman yang berkebalikan dari pernyataannya
atau kontradiktif. Kondisi yang menghasilkan praanggapan seperti ini biasanya
dalam tuturannya mengandung ‘if-clause’ atau
pengandaian. Hasil yang didapat menjadi kontradiktif dari pernyataan
sebeblumnya. Contoh:
-
Kalau hari
ini Sinta datang, dia akan bertemu dengan Andi.
Dari contoh
tuturan di atas, kita dapat melihat praanggapan yang muncul adalah:
(a) Sinta tidak datang
(b) Sinta tidak bertemu Andi
Praanggapan
tersebut muncul dari kontradiksi kalimat dengan adanya penggunaan kata ‘kalau’.
Penggunaan kalau membuat praanggapan
yang kontradiktif dari tuturan yang disampaikan.
B.
Implikatur
1.
Pengertian Implikatur
Implikatur
adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana
tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna
ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Contoh.
-
Ruangan ini
nyaman karena memiliki dua AC.
Berdasarkan contoh di atas, kalimat (a) Si penutur tidak secara langsung
menyatakan bahwa memiliki AC adalah ciri ruangan yang nyaman , bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan yang
menyatakan keadaan seperti itu ada. Jika ruangan nyaman adalah bukan yang ber-AC, maka implikaturnya yang keliru,
tetapi ujarannya tidak salah.
C.
Dieksis
1.
Pengertian Dieksis
Deiksis
adalah kata, frasa, atau ungkapan yang rujukannya berpindah-pindah tergantung
siapa yang menjadi pembicara dan waktu, dan tempat dituturkannya satuan bahasa tersebut.
2.
Jenis-jenis Dieksis
Dalam kajian pragmatik,
deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan berikut.
-
Deiksis Orang
Dieksis adalah pemberian rujukan kepada orang yang menjadi pemeran
dalam suatu peristiwa atau dalam lingkup berbahasa. Dieksis orang merujuk pada
kata ganti orang atau persona, dalam Bahasa Indonesia pembagian kata ganti
orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua,
dan orang ketiga.
Sistem dieksis ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada
dirinya sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang
kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau
siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian.
Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan
bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka.
Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
1. Mengapa
hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
2. Saya
melihat mereka di pasar kemarin.
Kata-kata yang dicetak miring merupakan kata-kata yang menunjukkan
dieksis orang.
-
Dieksis
Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat
yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa. Contoh
penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
1. Tempat
itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
2. Duduklah
bersamaku di sini.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas
adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis
tempat.
-
Deiksis
Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik
atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh
deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau
pada suatu hari.
1. Gaji
bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
2. Saya
tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
-
Deiksis
Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam
wacana yang telah diberikan atau yang sedang dikembangkan. Contoh kalimat yang
bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
-
Wati belum
mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya
menunjuk kepada hal yang akan disebutkan (Agustina, 1995:42). Contoh kalimat
yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
-
Di sini, digubuk tua ini mayat
itu ditemukan.
-
Deiksis
Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri
sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik
atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh pemakaian deiksis
sosial adalah pada kalimat berikut.
- Apakah saya bisa menemui Bapak
hari ini?
-
Deiksis
Sejati dan Deiksis Tak Sejati
Deiksis sejati adalah arti dari kata atau frasa penunjuk yang
seluruhnya dapat diterangkan dengan konsep deiksis. Dengan kata lain kata-kata
yang dipakai sebagai penunjuk deiksis tidak mengandung makna lain selain dari
makna deiksis itu sendiri. Kata-kata yang sering dijadikan sebagai deiksis
sejati adalah kata-kata yang dipakai untuk perujuk atau penunjuk, misalnya ini,
itu, di sini, di situ, saya, kita, kamu, dan engkau.
D.
Inferensi
1.
Pengertian Inferens
Inferensi atau penarikan kesimpulan dikatakan oleh Gumperz
(1982) sebagai proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks
percakapan. dengan demikian pendengar menduga kemauan penutur, dan dengan itu
pula pendengar meresponsnya. Dengan begitu inferensi percakapan tidak hanya
ditentukan oleh kata-kata pendukung ujaran itu saja, melainkan juga didukung
oleh konteks dan situasi. Sebuah gagasan yang terdapat dalam otak penutur
direlisasikan dalam bentuk kalimat-kalimat. Jika penutur tidak pandai dalam
menyusun kalimat maka akan terjadi kesalahpahaman. Contoh:
A :
Saya baru bertemu Toni.
B :
Oh, si Toni kawan kita di SMA itu?
A :
Bukan, tapi Toni kawan di SMP dulu.
B :
Toni yang gemuk itu?
A :
Bukan, bukan Toni yang gemuk, tetapi Toni yang kurus.
B :
Oh, ya, saya tahu.
Pengetahuan gramatikal dan leksikal saja tidak cukup
mengartikan sebuah ujaran dengan benar. Latar belakang, sosiokultural si
penutur dan pendengar serta status mereka turut berperan dalam proses inferensi
ujaran. Jika terdapat pperbedaan antara si penutur dan pendengar baik dalam
sikap, latar belkaang serta status mereka kemungkinan penarikan kesimpulan yang
salah bisa terjadi. Contoh:
a) John berangkat ke sekolah
hari jum’at lalu
b) Dia benar-benar cemas
dengan pelajaran matematika.
Kebanyakan orang membaca dua kalimat di atas John adalah
seorang murid. Akan tetapi jika ujaran di lanjutkan dengab kalimat di bawah ini
orang akan memutuskan bahwa John adalah seorang guru.
c)
Minggu yang lalu dia tidak dapat mengendalikan kelasnya.