A.
Hakikat Wacana
Wacana
menurut Henry Guntur Tgarigan diartikan sebagai satuan bahasa yang paling
lengkap, yang lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan
koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas berkesinambungan dan
dapat disampaikan secara tertulis maupun secara lisan. Sedangkan menurut Van
Djik, menyatakan bahwa wacana merupakan suatu bangun struktur yang sifatnya
abstrak yang didalamnya mengandung sebuah topik dan tersusun secara kohesi dan
koherensi.
Berdasarkan
dua pengertian di atas, wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap,
dimana di dalamnya terdapat sebuah topik serta tersusun secara kohesi dan
koherensi. Wacana yang memiliki kesinambungan dalam segi arti (makna) ataupun
dalam segi bentuk, merupakan wacana yang
tersusun secara kohesi dan koherensi. pembahasan yang lebih jelas
mengenai kohesi dan keherensi adalah sebagai berikut.
1.
Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai
kepaduan bentuk secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Konsep kohesif sebenarnya mengacu
kepada hubungan bentuk, yakni adanya keterkaitan yang padu dan utuh antara
unsur-unsur wacana (kata dan kalimat). Hubungan kohesif demikianlah sehingga
unsur-unsur dalam wacana dapat bertautan
antara unsur yang satu dengan nnsur lainnya. Kohesi terbagi dalam dua
aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
a. Kohesi
Gramatikal
Kohesi
gramatikal adalah kepaduan
bentuk yang menekankan pada kesesuaian dengan tata bahasa. kohesi gramatikal
dibedakan mnjadi 4 jenis sebagai berikut.
1)
Referensi
(pengacuan)
Referensi
merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat
dari acuannya, referensi terbagi atas:
1. Referensi
eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana.
Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di
luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2. Referensi
endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
2)
Substitusi
( penggantian)
Substitusi
dalam wacana dapat diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan
lingual lain untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan
lingualnya dapat dibedakan atas:
1. Substitusi
nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata benda.
2. Substitusi
verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata kerja.
3. Substitusi
frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang
berupa frasa.
4. Substitusi
klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain
yang berupa klausa.
3)
Elipsis
atau pelesapan
Elipsis
adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya.
4)
Konjungsi
(perangkaian)
Konjungsi
adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu
dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan
paragraf.
b.
Kohesi Leksikal
Kohesi leksikaartinya kepaduan bentuk sesuai dengan struktur
kata. Kohesi leksikal meliputi:
1)
Pengulangan atau repetisi
Repetisi
merupakan cara untuk mempertahankan
hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan
lingual.
2)
Sinonimi
Sinonimi
merupakan persamaan makna kata. Kohesi berdasarkan unsur sinonimi dapat
diartikan sebagai kepaduan suatu wacana yang dipengaruhi adanya kesesuaian
persamaan makna kata, semisal pahlawan dan pejuang, buta dan tuna netra dan
sebagainya.
Contoh:
Hari pahlawan
diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela
mengorbankan jiwa dan raga demi terciptanya bangsa yang merdeka.
3)
Antonim
Antonim
merupakan perlawanan kata, yakni suatu kesesuaian dalam wacana dibentuk
berdasarkan adanya makna kata yang berbeda. Semisal ayah X ibu, putra X putri,
pria X wanita, kakek X nenek dan sebagainya.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan
Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra
membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta
meramaikan peringatan tersebut.
4)
Hiponim
Hiponim
merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh:
Setiap
seminggu sekali ayah selalu membelikan adek buku baru. Bermacam-macam
buku ayah beli agar adek rajin belajar, diantaranya buku mewarnai, buku
pintar berhitung, dan buku cerita anak.
5)
Kolokasi
Kolokasi
merupakan kebalikan dari unsur hiponim, jika unsur hiponim berpola umum-khusus
maka unsur kolokasi berpola khusus-umum.
Contoh:
Bermacam-macam
buku seperti buku mewarnai, buku pintar berhitung dan buku cerita ayah
beli agar adek giat belajar. Hampir setiap satu minggu sekali ayah mebelikan
adek buku baru.
6)
Ekuivalensi
Ekuivalensi
merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat. Semisal belajar, mengajar dan
pelajaran.
Contoh:
Setiap hari minggu adek selalu kursus belajar
bahasa inggris. Bu Reni selalu mengajarkan kosa kata yang berbeda setiap
selesai membahas mata pelajaran.
2.
Koherensi
Koherensi
merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya
sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh. Yang termasuk
unsur-unsur koherensi meliputi:
a)
Penambahan
Penembahan
kata penghubung yang berupa dan, juga, lahi pula, selanjutmya.
b)
Repetisi
Penggunaan
repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana,
c)
Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata
ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah
Lani dan rumah Mina di seberang sana.
Mereka bertetangga.
Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib baik.
d)
Sinonimi
Penggunaan
padanan kata (pengulangan makna) sebagai sarana mewujudkan wacana yang koheren.
Contoh:
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya
itu memang cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah
dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak dijadikan istri,
teman hidup selama hayat dikandung badan.
e)
Totalitas
Bagian
Totalitas bagian merupakan
pernyataan yang berpola umum-kushus.
f)
Komparasi
Komparasi atau
perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.
Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam
contoh berikut ini.
Sama
halnya
dengan Paman Lukas, kita pun
harus segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang
rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup
berbuat hal yang sama, takkan lebih dari
itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman
Lukas yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak
perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
g)
Penekanan
Penekanan-penekanan merupakan unsur
pembentuk kekoherensian suatu wacana, karena dengan menejanjan sesutu yang
dianggap penting, berikut contoh penekanan dalam kaitannya dengan koherensi
suatu wacana.
Contoh:
Bekerja bergotong-royong
itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang
tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang
ini telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung,
berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi
masyarakat kedua kampung.
h)
Kontras
Kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah
kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada
berikut ini.
tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya
Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi
setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak
pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin
rajin belajar.
i) Simpulan
Kata-kata
yang mengacu kepada hasil atau simpulan permasalakan atau topik yang dibahas.
j) Contoh
Pemberian
contoh yang tepat dapat menciptakan kekoherensifan wacana.
k) Paralelisme
Penggunaan
kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan wacana.
Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa
berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya
sedang tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya
tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di
kursi mengamati saya.
l)
Waktu
Kekoherensifan
wacana terjadi karena adanya unsur tempat dan waktu. Unsur ini dpat juga
meningkatkan kekoherensifan suatu wacana.
Contoh:
Sementara itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan.
Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya mengangkat barang
itu dan menaruhnya di atas lemari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar