Wacana dan Prasyarat Wacana
A.
Pengertian
Wacana
Menurut Kridalaksana (1992:231)
menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hirarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Pengertian
wacana menurut Kridalaksana tidak sejalan dengan pengertian wacana yang dikemukakan
oleh Syamsudin (1992:5) yang menyebutkan bahwa wacana merupakan rangkaian ujar
atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal dan disajikan secara
teratus, sistematis, dan dalam bentuk kesatuan yang koheren antara unsur-unsur
sefmental maupun unsur-unsur nonsegmental.
Pengertian wacana menurut dua ahli di
atas, sangat berbeda jika dikaitkan dengan pengertian wacana yang dikemukakan
oleh Vandjik (1977:3) yang menyebutkan bahwa wacana adalah suatu kesatuan
bangun teuritis yang sifatnya abstrak (The abstract theoretical
constract). Sedangkan menurut Alwa, dkk (2003:419) menyebutkan bahwa wacana
adalah renteten kalimat yang menghubungkan antara proporsisi yang satu dengan
proporsisi yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan
suatu kesatuan bahasa terlengkap yang terdiri dari fonem, morfem, kata, frasa,
klausa, dan kalimat. Wacana merupakan satuan bahasa yang didalamnya terdapat
kohesi dan koherensi antara unsur-unsur yang membentuk wacana, serta wacana
merupakan suatu bangun teoritis yang bersifat abstrak, dengan kata lain wacana
dapat terbentuk dari hubungan kata dengan simbol, atau lambang-lambang tertentu
yang memiliki keterkaitan kohesi dan koherensi serta membehas sebuah topik
tertentu.
B.
Prasyarat
Terbentuknya Wacana
Berbagai pengertian mengenai wacana
telah dibahas di atas, salah satunya adalah bahwa wacana merupakan suatu
susunan bahasa tertinggi dan terlengkap yang didalamnya terdapat kohesi dan
koherensi. Adapun syarat-syarat terbentuknya wacana adlah sebagai berikut.
1. Topik
Wacana
sebagai hubungan dari serangkaian unsur kebahasaan memiliki suatu ide atau
gagasan yang akan disampaikan dan diuraikan membantuk penjelasan yang pada
dasarnya merujuk pada satu topik tertentu. Kemudian topik yang diangkat akan
memberikan tujuan tertentu. Tujuam dalam wacana didasarkan pada konteks wacana
itu digunakan. Semisal, wacana persuasif, yakni wacana yang digunakan untuk
mempengaruhi orang lain agar melakukan hal-hal tertentu.
2. Kohesi
dan Koherensi
wacana sevagai
serangkaian unsur-unsur bahasa yang menjelaskan suatu ide atau gagasan
tertentu, biasanya memiliki kepaduan antara unsur yang satu dengan unsur yang
lain (kohesi), sehingga tercipta kepaduan makna (koherensi). kekohesifan dalam
wacana, yakni adanya keterkaitan antarklausa, antar kalimat, maupun antara
simbol dengan unsur penjelasnya. Koherensi merupakan keterkaitan makna, dimana
koherensi dapat diperoleh dari penggunaan aspek-aspek gramatikal, misalnya
konjungsi, preposisi, ataupun aspek semantik.
3. Proporsional
Proporsional merupakan
keseimbangan makna yang dijelaskan dalam suatu wacana. Semisal dalam suatu
wacana yang berbentuk simbol dan kata,
antara simbol dan kata atau kalimat yang menyertainya (sebagai penjelas
gsimbol tersebut) merupakan satu kesatuan yang menjelaskan topik yang sama.
4. Tuturan
Tuturan dalam wacana
merupaksn bentuk tuturan baik csecara tulis maupun lisan yang dalam wacana,
tuturan merupakan media untuk menjelaskan ataupun memaparkan topik dengan tetap
memperhatikan kohesi dan koherensi.
Berdasarkan
prasyarat pembentukan wacana di atas, ada beberapa contoh bentuk wacana,
diantaranya sebagai berikut.
a. Wacana
dalam bentuk tulisan
Wacana
dalam bentuk tulisan mengarah pada konteks penyampaian topik wacana berdasarkan
penggunaan bahasa tulis serta mengacu pada konteks tertentu. Semisal berdasar
pada konteks penyampaian tujuan topik wacana, yakni yang dibedakan menjadi
wacana argumentasi, wacana persuasif, wacana narasi, wacana eksposisi, dan
wacana argumentasi. Wacana dalam bentuk tulisan memperhatikan kohesi dan
koherensi rangkaian unsur-unsur gramatikal.
b. Wacana
dalam bentuk dialog (lisan)
Wacana dalam bentuk dialog atau lisan
merupakan wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan bahasa ujaran. Wacana
dalam bentuk lisan memperhatikan bagaimana penyampaian topik kepada pendengar
agar pendengar memahami topik yang telah dijelaskan (diutarakan) serta
bagaimana umpan balik yang diberikan pendengar terhadap topik yang telah
disampaikan. Hubungan antara penyampaian topik dan umpan balik terhadap topik
tersebut memiliki bentuk kohesi dan koherensi yang sesuai sehingga dapat
dipahami oleh kedua bela pihak (penutur dan pendengar).
c. Wacana
dalam bentuk simbol
Wacana dalam bentuk simbol merupakan bentuk
wacana yang dalam penyampaian topik menggunakan simbol-simbol tertentu. Semisal
lambang ‘DILARANG PARKIR DI SINI’ antara
simbol dan satuan gramatikal merupakan satuan unsur yang kohesif dan
koherensif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar